Di dalam makalah ini terdapat dua unsur pokok yang sangat
penting untuk dipahami sebelum melangkah lebih jauh ke pembahasan mengenai
fungsi Al-Qur’an terhadap kitab sebelumnya. Kedua unsur
tersebut yaitu tentang kitab dan fungsi Al-Qur’an serta hal-hal yang berkaitan
dengan keduanya.
1.
Kitab-kitab Allah dan Ahlul Kitab
Kata “kitab” atau “buku suci” digunakan dalam
Al-Qur’an baik dalam pengertian umum maupun khusus. Dalam pengertian umum,
kitab adalah dasar dari seluruh wahyu, sumber dari hukum Allah yang abadi dan
terdiri dari firman-firman (kalimat) yang merupakan ketetapan-katetapan yang
tidak dapat diubah. Sedangkan dalam pengertian khusus, kitab berarti perjanjian
lama dan perjanjian baru dan juga Al-Qur’an. Tetapi Al-Qur’an menyatakan
dirinya sebagai wahyu yang paling sempurna atau kitab yang menyeluruh.[1][1] Kitab-kitab Allah berfungsi untuk menuntun
manusia dalam meyakini Allah SWT dan apa yang telah diturunkan kepada
rasul-rasul-Nya sebagaimana digambarkan dalam firman Allah SWT berikut. Artinya
: “Katakanlah (hai orang-orang mukmin), kami beriman kepada Allah dan apa
yang diturunkan kepada kami dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail,
Ishak, Yakub, dan anak cucunya dan apa yang kami berikan kepada Musa dan Isa
seperti apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak
membeda-bedakan seorang pun diantara mereka dan kami hanya patuh kepada-Nya.”
(QS Al Baqarah : 136).
Nabi menerima syariat melalui wahyu yang
berasal dari tuhan untuk dirinya dan juga bisa diberikan kepada selainnya,
sedangkan rasul adalah seorang Nabi yang bertugas menyampaikan syariat,
petunjuk aatau hal lainnya kepada sebagian umat yang menjadi tanggungannya,
jadi seorang Rasul pastilah dia seorang Nabi dan dengan demikian seorang Nabi
belum tentu berfungsi sebagai Rasul. Rasul menerima suhuf atau Kitab yang dalam
arti harfiahnya bermakna lembaran-lembaran yang tertulis, berisi tentang
syariat, perintah atau larangan. Dan diantara
kitab tersebut adalah :
1. Nabi ibrahim
AS
2. Nabi Musa AS,
disebut Taurat, berisi hukum syariat yang ditujukan kepada Bani Israil.
3. Nabi Daud AS,
disebut Zabur, juga ditujukan kepada Bani Israil.
4. Nabi Isa
al-Masih AS, disebut injil yang merupakan penyempurnaan dan penjelas bagi
kitab-kitab sebelumnya yaitu Zabur dan Taurat dan ditujukan juga untuk Bani
Israil.
5. Nabi Muhammad
SAW, disebut Al-Qur'an, merupakan petunjuk berupa syariat dan hukum bagi
seluruh umat manusia dan sebagai penjelas dan penyempurna kitab-kitab Allah
sebelumnya. Jadi Al-Quran merupakan wahyu tertulis terakhir (Final Revelation)
berisi tentang penjelasan segala sesuatu yang diperlukan manusia dalam menempuh
kehidupan di dunia agar mencapai kesejahteraan, keselamatan dengan tujuan akhir
adalah kebahagiaan hidup di akhirat nanti.[2][2]
Semua kitab-kitab tersebut berasal dari Yang
Maha Kuasa, Yang Maha Tahu, Tuhan Semesta Alam, Allah SWT. Oleh karena
sumbernya satu, maka semua ajarannya adalah sejalan selaras dan bisa dijadikan
dasar untuk membenarkan kitab-kitab sebelumnya.
Adapun yang dimaksud dengan ahlul kitab secara
umum berarti kaum yang percaya kepada kitab agama tertentu, sebagaimana
digunakan dalam Al-Qur’an. Namun istilah ini secara khusus tertuju kepada kaum
yahudi dan nasrani. Istilah ahlul kitab
terdapat dalam banyak ayat Al-Qur’an. Pengertainnya jelas yaitu para pengikut
agama yang diberikan kitab suci, khususnya yahudi dan nasrani. Tetapi
Qs.Al-Baqarah ayat 62 memasukkan shabiin ke dalam kelompok Ahlulkitab dan
memperluas makna istilah ini hingga mencakup semua orang yang percaya Allah dan
hari akhirat serta mengerjakan amal shalih.[3][3] William Montgomery watt mengatakan bahwa
Muhammad menyandarkan pernyataan kenabian beliau berdasarkan atas kesamaan
pengalaman kenabian beliau dengan pengalaman Musa dan Isa (Yesus). Maka beliau
tidak dapat mengingkari kalau orang-orang
yahudi dan orang Kristen itu adalah ahli kitab, walaupun mereka nyaris
hampir menyimpang dari keaslian wahyu yang diberikan kepada Isa dan Musa,
sebagaimana yang diduga. Walaupun Al-quran memberikan argumen-argumen yang
menyerang orang nasrani dan sebagian terbesar umat mengatakan bahwa perubahan
serta ketidak murnian kitab suci Kristen dan yahudi itu secara eksplisit
disebutkan di dalam al quran, namun persepsi pokok alquran terhadap yahudi dan
Kristen dapat dikatakan kalau mereka adalah ahli kitab, yang menerima kitab suci,
pada hakikatnya mengajarkan ajaran-ajaran yang sama seperti yang ada pada
Al-qur’an. Sekalipun demikian, orang yahudi dan orang Kristen ini nyaris hampir menyimpang dari kebenaran
kitab suci yang asli, sekurang-kurangnya mereka makin memperluas ketidak
mengertian dan ketidak menerimaannya kepada nabi Muhammad.[4][4]
2.
Fungsi dan Peranan Al-Qur’an
Al-qur’an tidak mengkhususkan pembicaraanya
kepada bangsa tertentu , seperti kepada bangsa arab saja. Begitu juga ia tidak
mengkhususkan pembicaraannya kepada satu kelompok tertentu, seperti kepada kaum
muslim saja. Melainkan ia juga mengarahkan pembicaraannya kepada orang-orang
non-muslim, sebagaimana ia berbicara kepada kaum muslim. Bukti tentang hal ini
sangat banyak dijumpai di dalam Al-qur’an. Di antaranya adalah pembicaraan
Al-qur’an yang ditujukan kepada orang-orang kafir, kaum musyrik, Ahlulkitab,
Yahudi, Bani Israil, dan Nasrani. Al-qur’an mengajukan argumentasi kepada
setiap golongan ini dan menyeru mereka untuk menerima ajaran-ajaran yang benar.
Al-qur’an mengajukan argumentasi kepada golongan tersebut dan mengajak mereka
kepada agama islam, tanpa mengaitkan pembicaraan itu dengan bangsa arab semata.
Mengenai hal ini telah terlasnir dalam beberapa ayat di dalam Al-qur’an,
misalnya Qs. Ali Imran ayat 64 dan Qs. At-Taubah ayat 11.[5][5]
Selain ayat-ayat yang telah disebutkan di atas,
ada pula ayat-ayat yang menunjukkan universalitas dakwah islam. Di antaranya
firman allah Qs. Al-An’am:19, Qs. Al-Qalam:52, Qs. Shaad:87, Qs. Al-Muddatstsir
:35-36. Sehingga dari sejarah kita mengetahui banyak di antara para penyembah
berhala, orang-orang Yahudi, dan Nasrani yang masuk islam. Begitu pula
sekelompok orang dari bangsa non-arab,
seperti Salma dari Persia, Shahib dari Romawi, Bilal dari Ethiopia, dan
lain-lain.[6][6]
Al-qur’an sebagai kitab suci agama Islam
merupakan kitab yang paling sempurna juga telah dinyatakan oleh Allah dalam Qs.
Al-Ma’idah:48, mengandung hakikat syariat para nabi Qs.Asyuara 13, dan
Al-qur’an meliputi segala sesuatu pada Qs. An-Nahl ayat 89. Jadi kesimpulan
ayat-ayat ini adalah bahwa Al-qur’an mengandung kebenaran-kebenaran seperti
yang dijelaskan di dalam kitab-kitab samawi lainnya, namun disertai beberapa
tambahan. Hal itu disebabkan karena Al-Qur’an merupakan kitab terakhir dan
paling sempurna serta sebagai korektor bagi kitab-kitab yang turun
sebelumnya. Muhammad Ali As-Shabuny
memberikan penjelasan tentang Qs. Al-Ma’idah ayat 48 bahwa selain mengoreksi
dan membenarkan kitab-kitab sebelumnya, maka pada ayat selanjutnya sampai ayat
50 Allah memperingatkan rasulNya agar tidak mengikuti kesesatan orang-orang
Yahudi dan Nasrani, serta memerintahkan Nabi Muhammad untuk berpegang teguh
kepada wahyu Al-Qur’an.[7][7]
Al-Qur'an adalah wahyu Allah ( 7:2 ) yang
berfungsi sebagai mu'jizat bagi Rasulullah Muhammad saw ( 17:88; 10:38 )
sebagai pedoman hidup bagi setiap Muslim ( 4:105; 5:49,50; 45:20 ) dan sebagai
korektor dan penyempurna terhadap kitab-kitab Allah yang sebelumnya ( 5:48,15;
16:64 ), dan bernilai abadi. Sebagai mu'jizat, Al-Qur'an telah menjadi salah
satu sebab penting bagi masuknya orang-orang Arab di zaman Rasulullah ke dalam
agama Islam, dan menjadi sebab penting pula bagi masuknya orang-orang sekarang,
dan ( insya Allah) pada masa-masa yang akan datang. Ayat-ayat yang berhubungan
dengan ilmu pengetahuan dapat meyakinkan kita bahwa Al-Qur'an adalah
firman-firman Allah, tidak mungkin ciptaan manusia apalagi ciptaan Nabi
Muhammad saw yang ummi (7:158) yang hidup pada awal abad ke enam Masehi (571 -
632 M). Diantara ayat-ayat tersebut umpamanya : 39:6; 6:125; 23:12,13,14;
51:49; 41:11-41; 21:30-33; 51:7,49 dan lain-lain.[8][8]
Al-Qur'an sebagai final revelation, dibawa oleh
Nabi Muhammad SAW dan ditujukan kepada seluruh umat manusia, berisi seluruh
rangkuman dan membenarkan kitab-kitab sebelumnya, petunjuk ke jalan yang benar,
pembeda antara yang bathil dan yang hak, dan sebagai penerang. Al-Qur’an berisi
segala sesuatu yang diperlukan oleh manusia baik yang berkaitan dengan Ilmu
Pengetahuan, sosial, ekonomi, negara, teknologi, jual-beli (bisnis), hukum
privat dan sebagainya.
Adapun dalam hubungannya dengan kitab-kitab
lain yang dipercayai diturunkan kepada nabi-nabi sebelum Muhammad SAW (Taurat,
Zabur, Injil, lembaran Ibrahim), Al-Qur'an dalam beberapa ayatnya menegaskan
posisinya terhadap kitab-kitab tersebut, di antaranya:
a. Al-Qur'an
menuntut kepercayaan umat Islam terhadap eksistensi kitab-kitab tersebut. Hal
ini ditegaskan dalam Qs. Al-Baqarah ayat 4:” Dan mereka yang beriman kepada
Kitab (Al Quran) yang telah diturunkan kepadamu dan Kitab-kitab yang telah
diturunkan sebelumnya, serta mereka yakin akan adanya (kehidupan) akhirat”.
b. Al-Qur'an
diposisikan sebagai pembenar dan pembukti (verifikator) bagi kitab-kitab
sebelumnya. Menganai hal ini telah dijelaskan dalam salah satu ayat Al-Qur’an,
“Dan Kami telah turunkan kepadamu Al
Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu
kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab
yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan
dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran
yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan
aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya
satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya
kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah
kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu
perselisihkan itu,” (QS. Al-Ma’idah:48). Sebagai korektor Al-Qur'an banyak
mengungkapkan persoalan-persoalan yang dibahas oleh kitab-kitab Taurat, Injil,
dan lain-lain yang dinilai Al-Qur'an sebagai sesuatu yang tidak sesuai dengan
ajaran Allah yang sebenarnya. Baik menyangkut segi sejarah orang-orang
tertentu, hukum-hukum,prinsip-prinsip ketuhanan dan lain sebagainya.
Ayat lain yang
berkaitan dengan pembenaran Al-Qur’an terhadap kitab-kitab sebelumnya juga
terdapat dalam Qs. Al-Baqarah ayat 91,”
Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Berimanlah kepada Al Quran yang
diturunkan Allah," mereka berkata: "Kami hanya beriman kepada apa
yang diturunkan kepada kami". Dan mereka kafir kepada Al Quran yang
diturunkan sesudahnya, sedang Al Quran itu adalah (Kitab) yang hak; yang
membenarkan apa yang ada pada mereka. Katakanlah: "Mengapa kamu dahulu
membunuh nabi-nabi Allah jika benar kamu orang-orang yang beriman?”
c. Al-Qur'an
menjadi referensi untuk menghilangkan perselisihan pendapat antara umat-umat
rasul yang berbeda. Mengenai perkara ini telah di jelaskan dalam Qs. An-Nahl
ayat 63 – 64,”Demi Allah, sesungguhnya
Kami telah mengutus rasul-rasul Kami kepada umat-umat sebelum kamu, tetapi
syaitan menjadikan umat-umat itu memandang baik perbuatan mereka (yang buruk),
maka syaitan menjadi pemimpin mereka di hari itu dan bagi mereka azab yang
sangat pedih. Dan Kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al Quran) ini,
melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka
perselisihkan itu dan menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.”
d. Al-Qur'an
meluruskan sejarah. Dalam Al-Qur'an terdapat cerita-cerita mengenai kaum dari
rasul-rasul terdahulu, juga mengenai beberapa bagian mengenai kehidupan para
rasul tersebut. Cerita tersebut pada beberapa aspek penting berbeda dengan
versi yang terdapat pada teks-teks lain yang dimiliki baik olehYahudi dan
Kristen. Dengan demikian demikian ayat-ayat yang berhubungan dengan sejarah
seperti tentang kekuasaan di Mesir, Negeri Saba'. Tsamud, 'Ad, Yusuf, Sulaiman,
Dawud, Adam, Musa dan lain-lain dapat memberikan keyakinan kepada kita bahwa
Al-Qur'an adalah wahyu Allah bukan ciptaan manusia. Ayat-ayat yang berhubungan
dengan ramalan-ramalan khusus yang kemudian dibuktikan oleh sejarah seperti
tentang bangsa Romawi, berpecah-belahnya Kristen dan lain-lain juga menjadi
bukti lagi kepada kita bahwa Al-Qur'an adalah wahyu Allah SWT. (30:2,3,4;5:14).
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulakan
bahwa Al-Qur’an dalam kaitannya dengan kitab-kitab sebelumnya yaitu Taurat,
Zabur, Injil, dan Suhuf-suhuf, memiliki fungsi yang sangat jelas. Beberapa
fungsi Al-Qur’an terhadap kitab sebelumnya terlansir dalam Qs. Al-Baqarah ayat
91 dan Qs. Al-Ma’idah ayat 48. Di dalam kedua ayat tersebut dijelaskan bahwa
Al-Qur’an memiliki peranan penting bagi kitab sebelumnya, yaitu sebagai
evaluator/korektor dan sebagai pembenar isi-isi kitab tersebut.
Dengan demikian sesungguhnya Al-Qur’an
Ahlulkitab untuk mengamalkan ajaran agama. Justru mengukuhkan beberapa ajaran
dasar mereka seperti ibadah pada hari sabtu, qishas, dan aturan makanan halal
dan haram. Adapun yang dicela oleh Al-Qur’an adalah tindakan melampui batas
dalam beragama (Qs. Al-Ma’idah:78), penyimpangan dalam menafsirkan ajaran
agama, mengubah ayat-ayat Allah dari kebenarannya dan mempraktikkan kebohongan-kebohongan
(Qs.An-Nisa’:47), mereka mengingkari perintah Allah dan berusaha menyesatkan
orang lain. Dan terhadap orang-orang ini Al-Qur’an benar-benar memerintahkan
kita untuk waspada, misalnya dalam Qs. Ali Imran:29 dan Qs.At-Taubah:110.
Tetapi meskipun Al-qur’an mengukuhkan dan membenarkan ajaran kitab-kitab
sebelumnya, bukan berarti kita diperbolehkan untuk mencampur adukkan dan
mempraktikkan semua ajaran agama.[9][9] Jadi Umat islam harus harus berpgang teguh
pada Al-Qur’an karena ia merupakan kitab yang paling sempurna dan terbebas dari
rekayasa dan tangan jahil manusia.
Sementara dalam kesimpulan yang cukup
kontradiksi dengan pernyataan di atas, William Montgomery watt mengatakan dalam
bukunya bahwa Umat Kristen harus mengikuti kebenaran mendalam pada pernyataan
Al-qur’an agar mengakui agama Ibrahim. Umat yahudi, Kristen, dan Islam, semua
memiliki keimanan yang kembali kepada Ibrahim, sungguhpun dengan nama apa saja
keimanan itu diberi nama. Sementara sebagian umat islam agaknya berpikir bahwa
suatu agama itu wajib tetap asli murni tidak berubah-rubah. Dalam pada itu,
sebagian umat Kristen melihat agama sebagai suatu hal yang hidup yang tumbuh
dan berkembang sampai-sampai menemukan kebutuhan-kebutuhan masyarakat manusia
yang senantiasa menjadi dan berubah tak kenal usai, dan hanya di pusatnyalah
yang tetap dan tidak berubah untuk selama-lamanya.[10][10]
Keutamaan-Keutamaan Al Qur’an
[1] al-Qur’an adalah Cahaya
Cahaya yang akan menerangi perjalanan hidup
seorang hamba dan menuntunnya menuju keselamatan adalah cahaya al-Qur’an dan
cahaya iman. Keduanya dipadukan oleh Allah ta’ala di
dalam firman-Nya (yang artinya), “Dahulu kamu -Muhammad- tidak mengetahui apa
itu al-Kitab dan apa pula iman, akan tetapi kemudian Kami jadikan hal itu
sebagai cahaya yang dengannya Kami akan memberikan petunjuk siapa saja di
antara hamba-hamba Kami yang Kami kehendaki.” (QS.
asy-Syura: 52)
Ibnul Qoyyim rahimahullah
berkata, “…Dan sesungguhnya kedua hal itu -yaitu
al-Qur’an dan iman- merupakan sumber segala kebaikan di dunia dan di akherat.
Ilmu tentang keduanya adalah ilmu yang paling agung dan paling utama. Bahkan
pada hakekatnya tidak ada ilmu yang bermanfaat bagi pemiliknya selain ilmu
tentang keduanya.” (lihat al-’Ilmu,
Fadhluhu wa Syarafuhu, hal. 38)
Allah ta’ala
berfirman (yang artinya), “Wahai umat manusia, sungguh telah datang
kepada kalian keterangan yang jelas dari Rabb kalian, dan Kami turunkan kepada
kalian cahaya yang terang-benderang.” (QS.
an-Nisaa’: 174)
Allah ta’ala
berfirman (yang artinya), “Allah adalah penolong bagi orang-orang yang
beriman, Allah mengeluarkan mereka dari kegelapan-kegelapan menuju cahaya,
adapun orang-orang kafir itu penolong mereka adalah thoghut yang mengeluarkan
mereka dari cahaya menuju kegelapan-kegelapan.” (QS.
al-Baqarah: 257)
Allah ta’ala
berfirman (yang artinya), “Dan apakah orang yang sudah mati lalu Kami
hidupkan dan Kami beri dia cahaya yang membuatnya dapat berjalan di
tengah-tengah orang banyak, sama dengan orang yang berada dalam kegelapan,
sehingga dia tidak dapat keluar darinya? Demikianlah dijadikan terasa indah
bagi orang-orang kafir terhadap apa yang mereka kerjakan.” (QS.
al-An’aam: 122)
Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata
mengenai tafsiran ayat ini, “Orang itu -yaitu yang berada dalam kegelapan-
adalah dulunya mati akibat kebodohan yang meliputi hatinya, maka Allah
menghidupkannya kembali dengan ilmu dan Allah berikan cahaya keimanan yang
dengan itu dia bisa berjalan di tengah-tengah orang banyak.” (lihat al-’Ilmu,
Fadhluhu wa Syarafuhu, hal. 35)
[2] al-Qur’an adalah Petunjuk
Allah ta’ala
berfirman (yang artinya), “Alif lam lim. Inilah Kitab yang tidak ada
sedikit pun keraguan padanya. Petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS.
al-Baqarah: 1-2). Allah ta’ala
berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya al-Qur’an ini menunjukkan kepada
urusan yang lurus dan memberikan kabar gembira bagi orang-orang yang beriman
yang mengerjakan amal salih bahwasanya mereka akan mendapatkan pahala yang sangat
besar.” (QS. al-Israa’: 9).
Oleh sebab itu merenungkan ayat-ayat al-Qur’an
merupakan pintu gerbang hidayah bagi kaum yang beriman. Allah ta’ala
berfirman (yang artinya), “Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan
kepadamu penuh dengan berkah, agar mereka merenungi ayat-ayatnya dan supaya
mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.” (QS.
Shaad: 29).
Allah ta’ala
berfirman (yang artinya), “Apakah mereka tidak merenungi al-Qur’an,
ataukah pada hati mereka itu ada gembok-gemboknya?” (QS.
Muhammad: 24). Allah ta’ala
berfirman (yang artinya), “Apakah mereka tidak merenungi al-Qur’an,
seandainya ia datang bukan dari sisi Allah pastilah mereka akan menemukan di
dalamnya banyak sekali perselisihan.” (QS.
an-Nisaa’: 82)
Allah ta’ala
berfirman (yang artinya), “Maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku,
niscaya dia tidak akan sesat dan tidak pula celaka.” (QS.
Thaha: 123).
Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma
berkata, “Allah memberikan jaminan kepada siapa saja
yang membaca al-Qur’an dan mengamalkan ajaran yang terkandung di dalamnya,
bahwa dia tidak akan tersesat di dunia dan tidak celaka di akherat.”
Kemudian beliau membaca ayat di atas (lihat Syarh
al-Manzhumah al-Mimiyah karya Syaikh
Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin al-Badr, hal. 49).
Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah
menerangkan, bahwa maksud dari mengikuti petunjuk Allah ialah:
1.
Membenarkan
berita yang datang dari-Nya,
2.
Tidak
menentangnya dengan segala bentuk syubhat/kerancuan pemahaman,
3.
Mematuhi
perintah,
4.
Tidak
melawan perintah itu dengan memperturutkan kemauan hawa nafsu (lihat Taisir
al-Karim ar-Rahman, hal. 515 cet. Mu’assasah ar-Risalah)
[3] al-Qur’an Rahmat dan Obat
Allah ta’ala
berfirman (yang artinya), “Wahai umat manusia! Sungguh telah datang
kepada kalian nasehat dari Rabb kalian (yaitu al-Qur’an), obat bagi penyakit
yang ada di dalam dada, hidayah, dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS.
Yunus: 57). Allah ta’ala
berfirman (yang artinya), “Dan Kami turunkan dari al-Qur’an itu obat dan
rahmat bagi orang-orang yang beriman. Akan tetapi ia tidaklah menambah bagi
orang-orang yang zalim selain kerugian.” (QS.
al-Israa’: 82)
Syaikh as-Sa’di rahimahullah
berkata, “Sesungguhnya al-Qur’an
itu mengandung ilmu yang sangat meyakinkan yang dengannya akan lenyap segala
kerancuan dan kebodohan. Ia juga mengandung nasehat dan peringatan yang
dengannya akan lenyap segala keinginan untuk menyelisihi perintah Allah. Ia
juga mengandung obat bagi tubuh atas derita dan penyakit yang menimpanya.” (lihat Taisir
al-Karim ar-Rahman, hal. 465 cet. Mu’assasah ar-Risalah)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah
berkumpul suatu kaum di dalam salah satu rumah Allah, mereka membaca Kitabullah
dan mempelajarinya di antara mereka, melainkan pasti akan turun kepada mereka
ketenangan, kasih sayang akan meliputi mereka, para malaikat pun akan
mengelilingi mereka, dan Allah pun akan menyebut nama-nama mereka diantara para
malaikat yang ada di sisi-Nya.” (HR. Muslim dalam Kitab
adz-Dzikr wa ad-Du’a’ wa at-Taubah wa al-Istighfar [2699])
[4] al-Qur’an dan Perniagaan Yang Tidak Akan Merugi
Allah ta’ala
berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya orang-orang yang membaca Kitab
Allah dan mendirikan sholat serta menginfakkan sebagian rizki yang Kami berikan
kepada mereka secara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, mereka berharap
akan suatu perniagaan yang tidak akan merugi. Supaya Allah sempurnakan balasan
untuk mereka dan Allah tambahkan keutamaan-Nya kepada mereka. Sesungguhnya Dia
Maha Pengampun lagi Maha Berterima kasih.” (QS.
Fathir: 29-30)
Allah ta’ala
berfirman (yang artinya), “Wahai orang-orang yang beriman maukah Aku
tunjukkan kepada kalian suatu perniagaan yang akan menyelamatkan kalian dari
siksaan yang sangat pedih. Yaitu kalian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, dan
kalian pun berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa kalian. Hal itu lebih
baik bagi kalian jika kalian mengetahui. Maka niscaya Allah akan mengampuni
dosa-dosa kalian dan memasukkan kalian ke dalam surga-surga yang mengalir di
bawahnya sungai-sungai dan tempat tinggal yang baik di surga-surga ‘and. Itulah
kemenangan yang sangat besar. Dan juga balasan lain yang kalian cintai berupa
pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat. Maka berikanlah kabar gembira
bagi orang-orang yang beriman.” (QS. ash-Shaff: 10-13)
Allah ta’ala
berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Allah telah membeli dari
orang-orang yang beriman, jiwa dan harta mereka, bahwasanya mereka kelak akan
mendapatkan surga. Mereka berperang di jalan Allah sehingga mereka berhasil
membunuh (musuh) atau justru dibunuh. Itulah janji atas-Nya yang telah
ditetapkan di dalam Taurat, Injil, dan al-Qur’an. Dan siapakah yang lebih
memenuhi janji selain daripada Allah, maka bergembiralah dengan perjanjian
jual-beli yang kalian terikat dengannya. Itulah kemenangan yang sangat besar.” (QS.
at-Taubah: 111)
[5] al-Qur’an dan Kemuliaan Sebuah Umat
Dari ‘Amir bin Watsilah, dia menuturkan bahwa
suatu ketika Nafi’ bin Abdul Harits bertemu dengan ‘Umar di ‘Usfan (sebuah
wilayah diantara Mekah dan Madinah, pent). Pada waktu itu ‘Umar mengangkatnya
sebagai gubernur Mekah. Maka ‘Umar pun bertanya kepadanya, “Siapakah
yang kamu angkat sebagai pemimpin bagi para penduduk lembah?”. Nafi’
menjawab, “Ibnu Abza.” ‘Umar
kembali bertanya, “Siapa itu Ibnu Abza?”. Dia
menjawab, “Salah seorang bekas budak yang tinggal bersama
kami.” ‘Umar bertanya, “Apakah
kamu mengangkat seorang bekas budak untuk memimpin mereka?”. Maka
Nafi’ menjawab, “Dia adalah seorang yang menghafal Kitab Allah
‘azza wa jalla dan ahli di bidang fara’idh/waris.” ‘Umar
pun berkata, “Adapun Nabi kalian shallallahu ‘alaihi wa
sallam memang telah bersabda, “Sesungguhnya Allah akan mengangkat dengan Kitab
ini sebagian kaum dan dengannya pula Dia akan menghinakan sebagian kaum yang
lain.”.” (HR. Muslim dalam Kitab
Sholat al-Musafirin [817])
Dari Utsman bin Affan radhiyallahu’anhu, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik
kalian adalah yang mempelajari al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR.
Bukhari dalam Kitab Fadha’il al-Qur’an [5027])
[6] al-Qur’an dan Hasad Yang Diperbolehkan
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Tidak ada hasad kecuali dalam dua perkara:
seorang lelaki yang diberikan ilmu oleh Allah tentang al-Qur’an sehingga dia
pun membacanya sepanjang malam dan siang maka ada tetangganya yang mendengar
hal itu lalu dia berkata, “Seandainya aku diberikan sebagaimana apa yang
diberikan kepada si fulan niscaya aku akan beramal sebagaimana apa yang dia
lakukan.” Dan seorang lelaki yang Allah berikan harta kepadanya maka dia pun
menghabiskan harta itu di jalan yang benar kemudian ada orang yang berkata,
“Seandainya aku diberikan sebagaimana apa yang diberikan kepada si fulan
niscaya aku akan beramal sebagaimana apa yang dia lakukan.”.” (HR.
Bukhari dalam Kitab Fadha’il al-Qur’an [5026])
[7] al-Qur’an dan Syafa’at
Dari Abu Umamah al-Bahili radhiyallahu’anhu,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Bacalah al-Qur’an! Sesungguhnya kelak ia akan
datang pada hari kiamat untuk memberikan syafa’at bagi penganutnya.” (HR.
Muslim dalam Kitab Sholat al-Musafirin [804])
[8] al-Qur’an dan Pahala Yang Berlipat-Lipat
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Barangsiapa yang membaca satu huruf dalam
Kitabullah maka dia akan mendapatkan satu kebaikan. Satu kebaikan itu akan
dibalas dengan sepuluh kali lipatnya. Aku tidak mengatakan bahwa Alif Lam Mim
satu huruf. Akan tetapi Alif satu huruf, Lam satu huruf, dan Mim satu huruf.” (HR.
Tirmidzi dalam Kitab Tsawab al-Qur’an [2910],
disahihkan oleh Syaikh al-Albani)
[9] al-Qur’an Menentramkan Hati
Allah ta’ala
berfirman (yang artinya), “Orang-orang yang beriman dan hati mereka bisa
merasa tentram dengan mengingat Allah, ketahuilah bahwa hanya dengan mengingat
Allah maka hati akan merasa tentram.” (QS.
ar-Ra’d: 28). Ibnul Qayyim rahimahullah
menyebutkan bahwa pendapat terpilih mengenai makna ‘mengingat Allah’ di sini
adalah mengingat/merenungkan al-Qur’an. Hal itu disebabkan hati manusia tidak
akan bisa merasakan ketentraman kecuali dengan iman dan keyakinan yang tertanam
di dalam hatinya. Sementara iman dan keyakinan tidak bisa diperoleh kecuali
dengan menyerap bimbingan al-Qur’an (lihat Tafsir
al-Qayyim, hal. 324)
[10] al-Qur’an dan as-Sunnah Rujukan Umat
Allah ta’ala
berfirman (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah
dan taatilah rasul, dan juga ulil amri di antara kalian. Kemudian apabila
kalian berselisih tentang sesuatu maka kembalikanlah kepada Allah dan rasul,
jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari akhir.” (QS.
an-Nisaa’: 59)
Maimun bin Mihran berkata, “Kembali
kepada Allah adalah kembali kepada Kitab-Nya. Adapun kembali kepada rasul
adalah kembali kepada beliau di saat beliau masih hidup, atau kembali kepada
Sunnahnya setelah beliau wafat.” (lihat ad-Difa’
‘anis Sunnah, hal. 14)
[11] al-Qur’an Dijelaskan oleh as-Sunnah
Allah ta’ala
berfirman (yang artinya), “Dan Kami turunkan kepadamu adz-Dzikr/al-Qur’an
supaya kamu menjelaskan kepada manusia apa yang diturunkan kepada mereka itu,
dan mudah-mudahan mereka mau berpikir.” (QS.
an-Nahl: 44). Allah ta’ala
berfirman (yang artinya), “Barangsiapa menaati rasul itu maka sesungguhnya
dia telah menaati Allah.” (QS. an-Nisaa’: 80). Allah ta’ala
berfirman (yang artinya), “Sungguh telah ada bagi kalian teladan yang
baik pada diri Rasulullah, yaitu bagi orang yang mengharapkan Allah dan hari
akhir.” (QS. al-Ahzab: 21)
Mak-hul berkata, “al-Qur’an
lebih membutuhkan kepada as-Sunnah dibandingkan kebutuhan as-Sunnah kepada
al-Qur’an.” (lihat ad-Difa’
‘anis Sunnah, hal. 13). Imam Ahmad berkata, “Sesungguhnya
as-Sunnah itu menafsirkan al-Qur’an dan menjelaskannya.” (lihat ad-Difa’
‘anis Sunnah, hal. 13)
Wallahu a’lam bish showab. Wa shallallahu ‘ala
Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam. Walhamdulillahi
Rabbil ‘alamin.
Penulis: Abu
Mushlih Ari Wahyudi

Tidak ada komentar:
Posting Komentar