Sejarah perkembangan Antropologi menurut Koentjaraningrat (1996:1-3)
terdiri dari empat fase, yaitu:
a. Fase Pertama (Sebelum 1800)
Sejak akhir abad ke-15 dan awal abad ke-16, suku-suku bangsa di benua Asia,
Afrika, Amerika, dan Oseania mulai kedatangan orang-orang Eropa Barat selam
kurang lebih 4 abad. Orang-orang eropa tersebut, yang antara lain terdiri dari
para musafir, pelaut, pendeta, kaum nasrani, maupun para pegawai pemerintahan
jajahan, mulai menerbitkan buku-buku kisah perjalanan, laporan dan lain-lain
yang mendeskripsikan kondisi dari bangsa-bangsa yang mereka kunjungi. Deskripsi
tersebut berupa adat istiadat, susunan masyarakat, bahasa, atau cirri-ciri
fisik. Deskripsi tersebut kemudian disebut sebagai "etnografi" (dari
kata etnos berarti bahasa.
b. Fase kedua (kira-kira Pertengahan Abad ke-19)
Pada awal abad ke-19, ada usaha-usaha untuk mengintegrasikan secara serius
beerapa karangan-karangan yang membahas masyarakat dan kebudayaan di dunia pada
berbagai tingkat evolusi. Masyarakat dan kebudayaan di dunia tersebut
mentangkut masyarakat yang dianggap "primitiv" yang tingkat
evolusinya sangat lambat, maupun masyarakat yang tingkatannya sudah dianggap
maju. Pada sekitar 1860, lahirlah antropologi setelah terdapat bebarapa
karangan yang mengklasifikasikan bahan-bahan mengenai berbagai kebudayaan di
dunia dalam berbagai tingkat evolusi.
c. Fase Ketiga ( Awal Abad ke-20)
Pada awal abad ke-20, sebagian besar Negara penjajah di Eropa berhasil
memantapkan kekuasaannya di daerah-daerah jajahan mereka. Dalam era colonial
tersebut, ilmu Antropologi menjadi semakin penting bagi kepentingan
kolonialisme.
Pada fase ini dimulai ada anggapan bahwa mempelajari bangsa-bangsa non
Eropa ternyata makin penting karena masyarakat tersebut pada umumnya belum
sekompleks bangsa-bangsa Eropa. Dengan pemahaman mengenai masyarakat yang tidak
kompleks, maka hal itu akan menambah pemahaman tentang masyarakat yang
kompleks.
d. Fase Keempat (Sesudah Kira-kira 1930)
Pada fase ini, antropologi berkembang pesat dan lebih berorientasi
akademik. Penembangannya meliputu ketelitian bahan pengetahuannya maupun
metode-metode ilmiahnya. Di lain pihak muncul pula sikap anti kolonialisme dan
gejala makin berkurangnya bangsa-bangsa primitive (yaitu bangsa-bangsa yang
tidak memperoleh pengaruh kebudayaan Eropa-Amerika) setelahPerang Dunia II.
Menyebabkan bahwa antropologi kemudian seolah-olah kehilangan lapangan.
Oleh karena itu sasaran dan objek penelitian para ahli antropologi sejak tahun
1930 telah beralih dari suku-suku bangsa primitiv non Eropa kepada penduduk
pedesaan, termasuk daerah-daerah pedesaan Eropa dan Amerika. Secara akademik
perkembangan antropologi pada fase ini ditandai dengan symposium internasional
pada tahun 1950-an, guna membahas tujuan dan ruang lingkup antropologi oleh
para ahli dari Amerika dan Eropa.
B. Antropologi di Indonesia
Di Indonesia, antropologi berkembang seiring dengan kolonisasi bangsa-bangsa
Eropa ke Hindia. Watak khas suatu bangsa dan potensi kekayaan alamnya
dilaporkan secara tertulis oleh para pejabat kolonial. Berbagai laporan itu
disebut etnologi. Berbagai tulisan etnologi tersebut bermanfaat untuk
mempermudah penguasaan kaum pribumi.
Keaslian masyarakat dipertahankan kemurniannya oleh kolonial. Penjagaan
kemurnian tersebut merupakan strategi agar masyarakat setempat tetap lemah dan
mudah dikuasai. Hal ini berlangsung terus sampai Belanda angkat kaki dari tanah
air. Setelah Indonesia merdeka, antropologi tetap menempati posisi strategis
sebagai ilmu yang bermanfaat untuk menjaga ketertiban sosial. Melalui jasa
Koentjaraningrat, antropologi menjadi alat penting guna merumuskan kebudayaan
nasional.
1. struktural-fungsionalisme adalah untuk membangun suatu sistem sosial, atau
struktur sosial, melalui pengajian terhadap pola hubungan yang berfungsi antara
individu-individu, antara kelompok-kelompok, atauantara institusi-institusi
sosial di dalam suatumasyarakat, pada suatu kurun masa tertentu.Jadi pendekatan
evolusionari lebih bersifathistoris dan diakronis, sedangkan pendekatanstruktural-fungsional
lebih bersifat statis dansinkronis. Struktural-fungsional adalah penggabungan
dari dua pendekatan, yang bermula dari pendekatan fungsional Durkheim, kemudian
digabungkan dengan pendekatan struktural R-B. Karena itu untuk memahami pendekatan
struktural-fungsional, orang harus melihat dulu sejarah perkembangan pendekatan
fungsional
Antropologi Simbolik, paradigma ini dibangun atas dasar bahwa manusia adalah hewan
pencari makna, dan berupaya mengungkapkan cara-cara simbolik dimana manusia
secara individual, dan kelompok-kelompok kebudayan dari manusia, memberikan
makna kepada kehidupanny
2. Teori difusionisme memiliki kelebihan yang patut menjadi catatan dalam
kajian antropologi. Teori difusi memiliki kelebihan karena merupakan pandangan
awal yang menyatakan bahwa kebudayaan yang ada merupakan sebaran dari
kebudayaan lainnya. Di samping itu, dari sini terdapat cara pandang baru yang
meletakkan dinamika dan perkembangan kebudayaan tidak hanya dalam bentang waktu
saja, tetapi juga dalam bentang ruang, sebagaimana yang diperlihatkan oleh
Perry dan Smith dalam pemikirannnya. Kelebihan lainnya adalah para pengusung
teori ini telah menggunakan analisis komparatif yang berlandaskan pada standar
kualitas dan kuantitas dalam menentukan wilayah persebaran kebudayaan
sebagaimana yang yang mereka yakini. Kelebihan lainnya adalah para penyokong
teori ini sangat memperhatikan setiap detail catatan mengenai kebudayaan
sehingga mereka mendapatkan beragam hubungan atau keterkaitan antara satu
kebudayaan dengan kebudayaan lainnya. Dan kelebihan yang terpenting dari teori
ini adalah penekanan mereka pada penelitian lapangan untuk mendapatkan data
yang lebih dan akurat, sebagaimana yang diperlihatkan oleh Boas yang kemudian
diikuti oleh para murid yang menjadi pengikutnya selanjutnya.
3. Peristiwa budaya dapat berupa tradisi atau kebiasaan budaya (cultural habits). Suatu peristiwa yang
terjadi sering menjadi simbolik dari makna-makna tertentu yang harus dipahami,
diyakini dan dipatuhi oleh masyarakat secara mendalam sebagai ajaran tentang
perilaku manusia yang beradab, berisi kesopanan dn nilai-nilai lihur masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar