Di Bangka Belitung
beraneka ragam budaya yang sifatnya turun temurun warisan dari nenek moyang
dahulu dan memiliki ciri khas dimana dalam system atau metodenya menggunakan
symbol-simbol sebagai sarana atau media untuk menciptakan pesan. Hal ini juga
diperkuat bahwa budaya itu sendiri sebagai hasil tingkah laku atau kreasi
manusia, memerlukan bahan materi atau alat penghantar untuk menyampaikan pesan
yang dimaksud. Medium budaya itu dapat berupa bahasa, benda, warna, suara
tindakan yang menjadikan suatu budaya bagi masyarakat tersebut.
Sebagai salah satu
contohnya budaya nganggung. Nganggung merupakan tradisi masyarakat Bangka yang
hingga saat ini masih banyak digunakan. Nganggung yang berslogan “Sepintu
Sedulang” oleh masyarakat Bangka yang merncerminkan suatu kehidupan social
masyarakat berdasarkan asas gotong royong.
Nganggung
Nganggung merupakan
budaya daerah Negeri Serumpun Sebalai. Budaya nganggung secara turun temurun
sudah membudaya di masyarakat Kepulauan Bangka Belitung. Tradisi itu ialah
Nganggung, yaitu sebuah kegiatan gotong royong kepala keluarga membawa dulang
yang terbuat dari alumunium dan juga ada yang terbuat dari kuningan, berisi
makanan sperti kue,nasi dan juga lauk-pauk ke mesjid atau langgar sesuai dengan
status atau kemampuan tiap pintu rumah. Dulang ditutupi dengan tudung saji yang
dibuat dari daun sejenis pandan atau sebagianya dan di beri warna menggunakan
cat.
Nganggung biasanya di
mulai dengan acara pengajian, ceramah agama, siraman rohani dan jika ada pengumuman
penting pun bisa di sampaikan. Lalu acara di lanjutkan dengan doa bersama dan
ditutup dengan acara buka dulang untuk makan bersama sambil bersilahturahmi.
Nganggung merupakan
rangkaian kegiatan yang mencerminkan nilai-nilai kebersamaan, saling membantu
antar warga dalam suatu desa atau kampung. Kegiatan ini masih berlanjut dan
diapresiasi masyarakat dalam berbagai kepentingan yang termaktub di dalamnya.
Nganggung biasanya
dilakukan untuk menyambut datangnya hari besar keagamaan seperti Hari raya Idul
fitri dan Idul Adha, Maulid Nabi, Tahun Baru Muharram, Nisfu Sya'ban, Ruah,
Isra' Mi'raj, Nuzulul Qur'an dan hari-hari besar Islam lainnya. Selain untuk
menyambut datangnya hari besar keagamaan juga dilakukan untuk menghormati orang
yang meninggal dunia seperti 7 hari, 25 hari, 40 hari dan 100 hari setelah
kematian seseorang, atau juga untuk menyambut kedatangan tamu besar, seperti
gubernur atau bupati.
Di Kabupaten Bangka,
upaya formal yang dilakukan terkait kegiatan nganggung ini bahkan dibentuk
dalam sebuah perda bernomor 06/PD/DPRD/1971, yang disebut kegiatan sepintu
sedulang.
Berdasarkan definisi
budaya nganggung, di ketahui fungi dari nganggung adalah :
1.
Identitas budaya
2.
Warisan budaya yang bernilai
3.
Pembentuk perilaku social
4.
Sebagai terapi psikologis dalam bermasyarakat
5.
Pemersatu dalam masyarakat
6.
Manifestasi keberadaan masyarakat yang beradab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar